PENGERTIAN
Demokrasi adalah Bentuk sistem pemerintahan yang setiap warganya memiliki kesetaraan hak dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah kehidupan. Demokrasi mengandung pengertian secara tidak langsung bahwa rakyat memiliki kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Sering juga kita dengar slogan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Oleh Abraham Lincoln) yang melambangkan suatu sistem demokrasi.
Kata Demokrasi berasal dari bahasa yunani, yaitu “demos” yang berarti rakyat, dan “Kratei” yang berarti pemerintah. Nah dengan demikian kita dapat mengartikan, demokrasi adalah Sistem pemerintahan yang kekuasaan tertingginya dipegang oleh rakyat.
Sumber:http://softilmu.blogspot.com/2015/01/Pengertian-Ciri-Macam-Macam-Demokrasi-adalah.html
Contoh beritanya
Sejak kalah dalam Pilpres 2014 lalu, koalisi Prabowo-Hatta selalu mencari cara, bagaimana caranya tetap bisa berkuasa walaupun bukan di pemerintahan.
Koalisi Prabowo-Hatta, ini telah menunjukan sikap bukan layaknya sebagai ksatria tapi malah menunjukkan sikap seorang pengecut sejati. Dengan kekalahan di pilpres lalu, bukannya memberi selamat kepada pemenang pilpres 2014, tapi mereka seakan ingin merecoki pemerintahan yang akan datang.
Mereka yang bergabung dalam koalisi yang menamakan diri Koalisi Merah Putih, tampaknya benar benar mengeluarkan seluruh akal culas dan liciknya, supaya tetap bisa berkuasa. Mereka sudah tidak mempunyai rasa sungkan lagi mempertontonkan akrobatik politik yang sangat memuakkan.
Aksi koalisi Prabowo-Hatta ini, dimulai dari rencana menggugat ketua DPR yang akan datang, harus berdasarkan voting, bukan lagi memakai sistem pemenang pileg, lalu dalam minggu minggu terakhir ini, mereka terus meributkan tentang RUU pilkada, yang ingin mereka ubah dari pemilihan langsung menjadi tidak langsung.
Polemik tentang RUU Pilkada tidak langsung ini, terus saja berkembang tidak habis habisnya dalam seminggu ini, entah sudah berapa banyak artikel di Kompasiana tercinta ini yang membahas tentang hal itu. Entah sudah berapa banyak tokoh yang sudah mengeluarkan pendapatnya di media online maupun di tipi nasional, semua omongannya hanya berdasarkan kepentingan masing masing, bukan demi kepentingan rakyat banyak.
Dalam rangka memuluskan rencana liciknya, mereka memberikan 7 alasan. Alasan utamanya adalah alasan klise yaitu faktor irit anggaran.
Jelas alasan yang digunakan sebagai alasan utama itu, adalah alasan yang mengada ada dan sangat basi, karena semua masyarakat juga tahu, bahwa anggota DPR dari dulu sudah sangat sering menghamburkan anggaran negara, entah dengan cara jalan jalan keluar negeri ataupun dengan cara mencuri anggaran proyek.
Belum lagi anggaran pensiun untuk anggota DPR yang sudah mencuri uang rakyat.
Alasan kedua adalah masalah keamanan, dan alasan inipun seharusnya itu tidaklah menjadi alasan, karena jika mereka memakai alasan keamanan, apakah bisa diartikan bahwa mereka tidak percaya atau meragukan kekuatan polisi dan TNI?
Selain kedua alasan itu, masih ada 5 alasan lain yang mereka kemukakan yaitu :
3. Penggelembungan suara yang pernah diklaim oleh capres yang kalah dalam pilpres 2014 lalu.
4. Sistem pemilu langsung tidak mencerdaskan rakyat.
5. Karena berbeda pendapat atau pilihan akan membuat hubungan antara keluarga dan teman menjadi buruk.
6. Menghilangkan semangat musyawarah dan mufakat.
7. Orang yang terpilih bukan orang yang mempunyai kemampuan tapi karena punya uang atau politik uang. Sesuai judul tulisan ini, maka saya mencoba untuk membahas dan memberi pemikiran untuk mengatasi ketujuh alasan yang dikemukakan oleh kubu Prabowo-Hatta tersebut.
Untuk mengatasi sebagian alasan itu sebenarnya sudah ada caranya, yaitu dengan sistem pemilu lewat E Voting. Sistem pemilu E Voting ini, sudah diterapkan untuk pemilihan kepala desa Kebon Gulo Boyolali pada 5 maret 2013, Desa Mendoyo Dangin Tukad di Jembrana, Bali pada Juli 2013, Desa Taba Renah di Musi Rawas, Sumatera Selatan pada 5 Desember 2013 dan terbukti berhasil dengan sangat baik.
Untuk menggunakan sistem tersebut, diperlukan perangkat seharga hanya Rp 11 Juta, harga itu bisa lebih murah dibandingkan dengan mencetak kertas suara, juga alat itu akan bisa dipakai dimana kapan saja dan juga berulang ulang.
Sayangnya karena masih terkendala oleh Undang Undang, sistem yang sudah baik tersebut, saat ini belum bisa diterapkan ke tingkat Provinsi dan Kabupaten(Kompas.com)
Dengan memakai sistem coblos secara E voting tersebut,selain irit anggaran juga bisa irit waktu untuk para pemilih yaitu hanya diperlukan waktu 30 detik saja untuk mencoblos.
Untuk membuat sistem tersebut berjalan dengan baik, perlu adanya perubahan Undang Undang, dan juga harus ditunjang oleh sensus penduduk dengan benar, berupa program E KTP.
Masih ingat gugatan capres yang kalah dalam pilpres kemarin, yang mengatakan adanya penggelembungan jumlah pemilih kan?
Negara ini sudah merdeka 69 tahun lho, masa sudah selama itu, bangsa kita tidak dapat menghitung secara benar jumlah penduduknya? Emangnya, kita ngitung penduduk dengan cara seperti ngitung jengkol jaman dahulu kala? (pedagang jengkol dipasar aja, sekarang ngitungnya tidak satu satu lagi tapi ngitungnya sudah pake timbangan kan?)
Program E KTP itu sangat penting, bukan hanya untuk pendataan penduduk dengan benar, sehingga tidak ada lagi tuduhan penggelembungan suara, juga penting sekali untuk program lainnya, misalkan subsidi kesehatan, subsidi pendidikan, subsidi BBM, Bansos dan lain lain, sehingga akan bisa meminimalisir penyelewengan bantuan untuk rakyat.
Daripada membahas tentang RUU perubahan pilkada tidak langsung, DPR sebaiknya membahas tentang rencana penggunaan sistem pemilu secara E-Voting tersebut, karena sistem itu selain sangat berguna untuk mengirit anggaran dan juga untuk menghargai hasil karya anak bangsa.
Jadi dengan sistem E Voting ini bisa langsung menyelesaikan 3 alasan sekaligus, yaitu poin kesatu masalah irit anggaran, poin ketiga tentang penggelembungan suara, dan juga poin keempat, tentang mencerdaskan bangsa.
Jika saat ini, perusahaan ataupun sekolah, sudah menggunakan sistem absensi berdasarkan sidik jari, mengapa sistem E Voting tidak kita pakai untuk pemilu, tapi kita masih memilih menggunakan sistem jadul dan dianggap boros anggaran?
Untuk alasan kedua yaitu, masalah keamanan dalam pemilu, kita semua harus percaya bahwa TNI-Polri akan bisa mengatasi semuanya, dan hal itu sudah dibuktikan oleh TNI-Polri dalam pilpres 2014, yang tetap bisa menjaga keamanan dan juga netralitasnya. Tambahkan anggaran untuk membeli Alutsista TNI, karena selain untuk keamanan dalam negeri, juga sangat penting untuk menjaga daerah perbatasan negeri ini. Lalu, tegakan hukum dengan benar tanpa pandang bulu, sehingga orang akan berpikir panjang untuk membuat kerusuhan dan memprovokasi.
Poin 5, mengenai perbedaan pilihan, semua itu tergantung dari individu masing masing dalam menyikapi segala perbedaan, dan ini perlu diberi contoh oleh pemimpin yang sekarang.
Karena, jika pemimpinnya menganggap orang yang berbeda pendapat adalah musuh, maka pengikutnya juga akan mempunyai pendapat yang sama. Pemimpin harus memberi contoh yang baik untuk rakyat, jangan memberi statemen yang bernada provokasi untuk para pengikutnya. Saling menghargai perbedaan pendapat.
Untuk poin ke 6, saya tidak ingin membahas lagi, karena itu sudah jelas ada Undang Undangnya, yaitu kekuasaan tertinggi adalah rakyat dan rakyatlah yang seharusnya menentukan pemimpinnya, jadi jangan membelokan dengan penafsiran yang aneh aneh lagi….
Poin ke 7, mengenai politik uang , ini yang sangat menarik dan sangat sering dibicarakan, tapi tetap saja tidak ada penyelesaiannya, seperti kasus “Mafia Migas” yaitu sejenis mahluk mitologi. Bukan hal aneh, jika setiap pemilihan selalu bergaung tentang adanya politik uang, berita tentang adanya politik uang selalu ramai dibicarakan tapi hanya segelintir saja yang tertangkap dan itupun “hanya mendapat hukuman yang benar benar pantas”. Jadi untuk mengatasi hal itu, perlu adanya kesadaran dari semua pihak, terutama pihak penegak hukum untuk memberikan efek jera pada kasus politik uang ini.
Analisanya :
Dilihat dari berita tersebut sebaiknya berdemokrasi dengan secara bersih,di lihat dari lemahnya demokrasi di indonesia akhir akhir ini,dan sebaiknya masyarakatpun berorasi dengan secukupnya/tidak berlebihan agar tidak terpecahnya kedua kubu.
Sumber:http://politik.kompasiana.com/2014/09/14/penyelesaian-masalah-kisruh-ruu-pilkada-tidak-langsung-687770.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar